Jumat, 08 April 2011


Tas Kenangan



Dirimu yang membawa tas hitam itu...
Hari itu terasa biasa saja...
Seperti biasa...
Tas hitam itu slalu kau bawa...

Entah mengapa kau selalu membawa tas itu...
Mungkin kau suka dengan warna itu...
Atau mungkin warna kesayangan org yg kau cinta...
Hmm..tak pedulilah apa artinya...

Yang terpenting adalah dirimu...
Dirimu selalu mengumbar senyum padaku...
Tak jarang kau tertawa kecil melihatku...
Bahkan saat dirimu mendapat masalah...

Hari berikutnya kita bertemu lagi...
Tapi tak kudapati tas hitam yang slalu kaubawa itu...
Dan saat itu dirimu masih seperti biasa...
Kutanyakan kmanakah tas itu...

Dan kau menjawab ia telah mati...
Bingung rasanya...ada apa ini...
Ternyata ialah kenangan yang slalu kau bawa...
Dan sekarang dirimu ingin membuka lembar baru bersamaku...
Read More …

Kamis, 07 April 2011


Penyesalan



Diriku yang telah salah...
Salah untuk kalian berdua...
Yang telah merusak persahabatan kalian...
Tak seharusnya dirimu memilihku ketimbang sahabatmu...

Tak pantas kau tangisi diriku yang sudah hilang...
Diriku telah berubah...
Tak secinta dulu pada dirimu...
Kutahu dirimu sakit...

Tapi hati ini benar-benar gentar...
Teringat seorang kekasih lama...
Satu dari kekasih yang terbaik...
Yang tersisa dalam benakku hanyalah...
Penyesalan...
Read More …


Malam



Diriku adalah malam...
Dan akan selalu malam...
Diriku hanya muncul saat sang surya terbenam...
Saat tiada lagi cahaya...

Yaa...gelap memang...
Aku sudah biasa seperti ini...
Tak bisa kusangkal diriku iri pada 2 temanku...
Setelah bulan dan bintang...

Mereka adalah temanku saat sang surya turun...
Cahaya mereka menemaniku dalam kegelapan...
Aku hanyalah tenda gelap saat mereka tak ada...
Karena hakikatnya diriku hanyalah kosong...
Read More …

Selasa, 15 Maret 2011


Kebersamaan Tenda


Malam ini ku menulis sebuah cerita dibawah sebuah tenda…
Tenda lusuh beralaskan tanah yang dibangun dengan perjuangan…
Hanya tenda sederhana yang mungkin akan roboh jika diterpa angin…
Tapi tidak dengan kebersamaan kita saat membangun tenda…
Tenda ini dibangun dengan rasa kebersamaan antar teman…

Malam ini…
Malam pertama kita berada di tempat ini…
Dibawah tenda ini…
Dan juga di dalam suasana ini…
Pada malam ini udara begitu dingin…
Udara yang dingin ini menyebabkan keramaian dan keluhan disana sini…

Tapi tidak disini...
Ditenda kita begitu hening dan juga hangat karena adanya rasa kebersamaan …
Dan juga rasa kekeluargaan yang membuat kita nyaman berada didalamnya…
Dibawah tenda ini ku berpikir mungkin hanya disini…
Yang nantinya akan membuat kita ingat betapa indahnya suatu kebersamaan itu…
Read More …


Kupu-Kupu Malam


Pandanglah dirimu...
Dirimu yang tak layak dihargai orang karena noda itu...
Tak sedikit pasang mata yang mengarah padamu saat kau berjalan melewati pos satpam...
"laknat" kata orang...

Ku tau siksaan batin yang kau alami...
Konflik batin yang hebat dalam hatimu....
Gemuruh riuh suara orang menggunjingmu...

Kau tetap berlalu laksana angin yang berhembus...
Dalam hati kau merintih...
Menangis...
Tapi tak ada setetespun air mata yang membasahi pipimu...

Kau pikir sudah habis air mata ini untuk memandang diri yang kau anggap suram...
Miris melihat kau merintih dipojok bangunan itu dengan memegang tas hijau yang biasa kau bawa...
Tak seorangpun menganggapmu manusia...
Mereka hanya menganggapmu binatang jalang...
Yang berprilaku tak seharusnya...
Read More …

Rabu, 09 Maret 2011


Saksi Cinta



Disini...
Di suatu tempat pertemuanku dengannya...
Tempat yang menjadi saksi dan membiarkan segalanya terjadi di antara kita...
Tempat pertama yang kuingat saat kudengar namanya...
Sungguh saksi...
Pertemuanku ini atas saksimu...
Pertemuanku dengannya yang biasa kusebut kasih...
Ya...kasih...
Seperti rasaku padanya saat ini...
Semoga dia selalu tau kasihku hanya untuknya...
Ya...dialah cintaku...
Read More …


Dia "Kenangan" Dan Dia "Masa Depan"


Tadinya kupikir dialah yang terbaik...
Tak bisa kumengelak dia pernah menjadi yang terbaik...
Ya..dialah kenangan...
Dia menyesatkanku pada jalan kepicikan...
Tapi suatu saat dia tunjukkan jalan kebahagiaan abadi...
Ya..dialah kenangan...

Kini dialah yang menjadikanku seperti ini...
Seperti kayu yang menunggu menjadi serbuk...
Seperti batu yang menunggu lapuk...
Dan seperti album lama yang menunggu usang...
Sedangkan dia bertahtakan mahkota...
Ya..dialah kenangan...

Hari ini aku menulis...
Tersenyum pada dunia...
Akupun bingung mengapa aku tersenyum...
Tapi disana ada yang menyambut senyumku...
Sungguh sambutan yang hangat...
Sambutan dari seorang kekasih...
Yang kusebut dia "Masa Depan"...
Read More …


Pertemuan Pertama

   
Suatu sore di sekolah menengah atas di suatu kota. Aku adalah seorang pelajar menengah atas yang biasa saja dan tidak aneh-aneh, bersama seorang teman aku datang untuk menghadiri sebuah acara di SMA itu. Yahh..meskipun itu bukan sekolah kami..yang penting kami datang untuk melihat-lihat dan cuci mata. Sesampainya di tempat, temanku bertemu dengan pacarnya yang kebetulan sekolah di SMA yang kita datangi. Baiklah, sekarang aku menjadi pengawal mereka. "He, fotokan kami berdua !", temanku memintaku untuk memfotokan dirinya dan sang pacar. Akhirnya kita mulai mencari tempat yang pemandangannya bagus. Sepertinya pacar temanku tau tempat yang bagus,"Sayang, ke belakang yuk..disana bagus !", dia mengajak temanku. Yahh...ak mulai menggerutu,"Ya..ya..ya..aku akan menjadi fotografer untuk hari ini". Karena aku malas, jadi mereka jalan duluan dan aku menyusul dengan berjalan pelan.
    Saat perjalananku menyusul mereka, tiba-tiba aku melihat seorang gadis yang berdiri di dpan suatu kelas, tak banyak gadis yang mampu mengalihkan perhatianku. Tapi dia mampu..dan kupikir dia termasuk kategori "siaga". Maksudnya siaga untuk diajak berkenalan, tapi kupikir lagi,"kira-kira apa dia mau denganku?", keraguan menutup pikiranku. Jadi kuputuskan untuk bertanya pada temanku siapakah dia..dan ternyata namanya adalah Nia, nama yang indah...seindah dirinya dalam pikiranku. Tak lama kemudian aku sudah mendapatkan nomor handphone nya dari seorang teman dan mulailah aku bertindak...dialah buruanku..buruan hatiku.
    Lama juga aku mendekatinya dan sekarang aku rasa dia mulai merespon, maka saat itulah kuberanikan diri untuk mengajaknya keluar. Sungguh awal pertemuan yang spontan. Dia menungguku di pinggir jalan karena dia diantar oleh temannya, tak berlama-lama lagi kuajak dia ke suatu cafe dan disitulah pertemuan ku dengannya yang sebenarnya. Mata kita saling bertemu seakan terjadi dialog lewat mata. Pikirku benar kata pepatah,"Dari mata turun ke hati". Kami berdua saling mengumbar senyum tapi kami bingung apa yang membuat kami tersenyum. Cukup lama kami seperti itu dan tiba-tiba,"Maukah kau menjadi kekasihku?", secara tak sadar aku bertanya seperti itu dan memandang matanya dalam. Sejenak dia berpikir dan akhirnya kuperoleh jawaban yang memuaskan. "Iya..aku mau" dan dia pun menerimaku. Aku berhasil meskipun aku sedikit gemetar untuk mengucapkannya.
Yahh..semenjak itulah dia kunamai Cinta.
Read More …

Jumat, 04 Maret 2011


Ayah...Kembalikan Tangan Dita


Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar
meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak
tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun.
Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk
bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang
dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai
tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari
marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru
ayahnya. Ya karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak
jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan
kreativitasnya.

Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin
menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka
ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya,
gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut
imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu
rumah.

Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil
yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama
lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus
menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" . Pembantu rumah yang tersentak
dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah
padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi
diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan Saya tidak
tahu..tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?"
hardik si isteri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari
kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "DIta yg membuat gambar itu
ayahhh.. cantik kan!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja
seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang
ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali2
ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa apa menagis
kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si
ayah memukul pula belakang tangan anaknya.

Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas
dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa Si ayah cukup
lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya.
Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut
menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.

Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil
luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil
menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga
menjerit-jerit menahan pedih saat luka2nya itu terkena air. Lalu si
pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan
anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah
tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan
obat saja!" jawab bapak si anak.

Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang
menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi
pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah
menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari
bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu"jawab pembantunya
ringkas. "Kasih minum panadol aja ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk
kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita
dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu
badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00
sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah
dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit
karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap
dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan.." kata
dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong
karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut"Ini sudah
bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus
dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan
terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti
berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.

Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata
isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan
pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan
habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua
tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian
ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua
menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan
air mata. "Ayah.. ibu Dita tidak akan melakukannya lagi. Dita tak
mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi Dita sayang ayah..
sayang ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa
sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti.." katanya memandang wajah
pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.

"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak
akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?
Bagaimana Dita mau bermain nanti? Dita janji tdk akan mencoret2 mobil
lagi, " katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar
kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah
terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada
akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan
ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski
sudah minta maaf

Tahun demi tahun kedua orang tua tsb menahan kepedihan dan kehancuran
bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya
dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi,
Namun., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tsb
tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya.
Read More …

Kamis, 03 Maret 2011


Bola Untuk Anak


Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali hakim.
Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi.
Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami sederhana, ingin hidup bahagia, itu 25 tahun yang lalu.

22 tahun yang lalu,
Pekerjaanku tidak begitu elite, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku, ya keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan seorang putrid & kunamai ia Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania tak mau menerima kami. Ya sudahlah aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.

19 tahun yang lalu,
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang berlari-lari, melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi lalu dari kursi ke lantai kemudian berteriak “Horeee, Iya bisa terbang”. Begitulah dia memanggil namanya sendiri, iya.kembang senyumnya selalu merekah seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania (Mamanya) tak jarang berteriak, “Iya sayaaang,” jika sudah terdengar suara “Prang”. Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas bunga, gelas, piring, atau meja kaca. Terakhir cermin rias ibunya yang pecah waktu dia melompat dari tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya terpental. Dan dia cuma bilang “Kenapa semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?”

18 tahun yang lalu,
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania tidak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy apalagi jadi pemain bola seperti yang sering diucapkan anak kami itu “Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi pemain bola”. Tapi aku tidak suka dia menangi! s terus minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak aku bisa punya lawan main setiap Sabtu sore. Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. “Horee, Iya jadi pemain bola”.

17 tahun yang lalu,
Iya……Iya……Bapakkan sudah bilang jangan main bola di jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut, Bapak tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari Sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari sekolah. Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku mengalahkan kehati-hatianku dan sebuah truk pasir telah menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat Kania menangis sedih, bibirnya cuma berkata “Coba kalau kamu tak belikan ia bola”

15 tahun yang lalu,
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak mengeluh dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa membelainya dan bilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya cepat marah.
Perabotan rumah yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa sewaktu Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap pergi, begitu katanya dan akhirnya dia memang pergi ke Malaysia .

13 tahun yang lalu,
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia loncat satu tahun di SD-nya. Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan sekolah. Aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan yang bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Aku miris, menghadapi kenyataan.
Menyaksikan anakku yang tumbuh remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila hidup tegar


10 tahun yang lalu,
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku. Dan Kamila hanya sanggup berlari ke dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi bulan-bulanan hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya, “Biar cantik kalo kere ya ke laut aje”. Mungkin itu kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga. “Sabar ya, Nak!” hiburku. “Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu” pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari kerudungnya. Dan aku bahagia anakku, ternyata kamu sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku. Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku karena sekolahnya hanya sampai bangku SMP.

7 tahun yang lalu,
Aku merenung seharian, ingatanku tentang Kania istriku kembali menemui pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi TKI ke Malaysia. Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan SMP. Haruskah aku melepasnya karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku mulai habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku kembali dan membuka usaha kecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun a! ku tak kuasa untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku baik-baik saja.

4 tahun lalu,
Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir tiga tahun dia di sana . Dia bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka  perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang karena akhir-akhir ini dia sering diganggu oleh sang datuk.
Lebaran tahun ini dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku jangan pernah lupa salat dan kalau kondisiku sedang baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak perlu memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap Bulan Ramadhan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk kuat hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku lebih pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.

3 tahun 6 bulan yang lalu,
Inikah badai ? Aku mendapat surat dari Kepolisian Pemerintahan Malaysia , kabarnya anakku ditahan. Dan dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku menangis, aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia untuk menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun aku gelisah menunggu kasus anakku selesai. Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia memang bersalah.

2 tahun 6 bulan yang lalu,
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah. Dan dia harus menjalani hukuman gantung sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah nasibnya tak akan seburuk ini ? Andai aku tak belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik? Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku.
Atas permintaan anakku aku dijemput untuk terbang ke Malaysia. Anakku ingin aku ada di sisinya di saat terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali, dua matanya sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa daya kakiku tak ada. Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia berhambur ke arahku, memelukku erat, seakan tak ingin melepaskan aku.! “Bapak, Iya Takut!” aku memeluknya lebih erat lagi. Andai bisa ditukar, aku ingin menggantikannya. “Kenapa Iya? Kenapa kamu membunuhnya Sayang ?” Tanyaku pada anakku Iya. “Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak salah kan, Pak !” Aku perih mendengar itu. Aku iba dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja. Tapi aku bisa apa, istri keempat lelaki tua itu menuntut agar anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia tidak mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam bulan untuk memohon keringanan hukuman pada wanita itu.

2 tahun yang lalu,
Hari ini anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akan hadir melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari hakim di sana. Petugas itu membuka papan yang diinjak anakku. Dan “Blass” Kamilaku kini tergantung. Aku tak bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkan. Aku mendengar langkah kaki menuju
jenazah anakku. Dia menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang kukenal.

“Kania ?”
“Mas Har, kau ?”
“Kau … kau bunuh anakmu sendiri, Kania” Sahutku
“Iya ? Dia…..dia….Iya ?” Serunya getir menunjuk jenazah anakku
”Ya, dia Iya anak kita. Iya yang ingin jadi pemain bola jika sudah besar”.
“Tidaaaak…….tidaaaaak……”Kania berlari ke arah jenazah anakku. Diguncangnya tubuh kaku itu sambil menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia diturunkan dari tiang gantungan.
Bunyinya “Terima kasih Mama”.
“Aku baru sadar, kalau dari du! lu Kamila anakku sudah tahu wanita itu ibunya setahun lalu,
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku. Yang aku tahu, aku belum pernah menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan jenazahnya padaku, dia sering berteriak, “Iya sayaaang, apalagi yang pecah, Nak.” Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku. Mungkin orang tua kita memang benar, tak seharusnya kita menikah. Agar tak ada kesengsaraan untuk Kamila anak kita. Benarkah begitu Iya sayang?
Read More …

Entri Populer